Wisata ke Distrik Pemadat

“Jangan lupa pergi ke Christiania ya”, pesan teman yang tinggal di Copenhagen ketika tahu saya akan ke sana.  Mendengar nama Christiania yang terbayang adalah taman atau toko dengan bunga-bunga, mungkin rajutan renda, pernak-pernik asesoris buatan tangan seorang perempuan bernama Christiania.  Maka saya segera googling ternyata …. sama sekali tidak berbau keperempuan-perempuanan.

Christiania adalah sebuah distrik di salah satu sudut Copenhagen, dikenal dengan nama Free Town Christiania.  Sebuah distrik dengan komunitas masyarakat yang mempunyai aturan tersendiri dan diatur dalam undang-undang Kotamadya Copenhagen.  Awalnya daerah ini adalah barak militer dan benteng yang kemudian dijadikan tempat pelaksanaan hukuman mati.  Yang terakhir dihukum mati disini adalah gembong Gestapu pada tahun 1950.  Ketika militer meninggalkan daerah ini, banyak tunawisma yang pindah dan bermukim disini, hingga akhirnya dirobohkan oleh penduduk sekitarnya dan dijadikan area bermain untuk anak-anak.

Tetapi pada tahun 1971, seorang provokator menulis di surat kabar agar Christiania dijadikan tempat untuk mereka yang menginginkan kedamaian, melakukan meditasi dan yoga.  Provokasi inilah yang akhirnya mendorong kaum hippie tinggal disini, akibatnya mendorong para psikotropika memilih pindah dan tinggal disini.  

Christiania sekarang menjadi salah satu obyek wisata turis yang terkenal dan tentu saja karena sangat unik maka wajib hukumnya bagi saya untuk bisa masuk ke sini, mekipun tanpa guide.  Teman saya juga wanti-wanti bahwa kamera harus masuk ke dalam tas, dan jangan sekali-sekali motret karena pantang sekali memotret di sana. 

Luas daerah ini 34 ha dengan 850 tempat tinggal, ketika aku melenggang melalui gerbangnya.  Bau sampah busuk yang terbakar campur pesing menyengat hidung, tetapi tidak terlihat asap ataupun adanya sampah yang terbakar (belakangan baru tahu, itulah bau mariyuana).  

Seorang pemuda berumur 15 tahunan tahun berdiri di pinggir jalan.  Saya bertanya apakah boleh masuk tanpa guide.  Dia menjawab boleh asal tidak memotret sambil memandang kamera DSLR yang gelantungan di leher.  Saya memang nekad kamera segede itu tidak masuk ke backpack, persoalannya cuma satu, malas memasukkan dan mengeluarkan lagi tiap kali diperlu.

Saya melenggang lebih ke dalam, jalanan sepi-sepi saja, hanya terdengar aliran sungai di balik bendungan di sebelah kanan saya.   Tidak ada kendaraan bermotor lalu lalang di sini.  Semua harus parkir di tempat parkir yang telah disediakan karena Christiania adalah lokasi bebas kendaraan bermotor.  Jalanan di dalam distrik ini seperti gang yang agak lebar dan bersih dari sampah.  Rumah-rumah yang ada seperti kompleks perumahan pada umumnya, taman bermain untuk anak-anak, dengan bocah-bocah main ayunan, sepedaan, dan ada ibu-ibu yang menggendong bayi. 

Sampai di suatu perempatan, saya melihat papan berwarna dasar hitam putih dengan tulisan hijau mengusik hati dan bikin tangan pingin memotret.  Masa iya sih sudah sampai di Christiania dan tidak ada satu foto pun tentang tempat ini?  Saya kembali ke tempat si pemuda berdiri,  saya bertanya boleh tidak kalau cuma memotret papan dengan tulisan itu saja.  Jawabnya : “Sure, no problem”.
Judul tulisannya Green Light District dan di bawahnya terdapat peraturan dalam 4 bahasa yaitu Denmark, Inggris, Spanyol dan Jerman.  Isinya tiga macam peraturan di dalam Green Light District yaitu :
  • *      Bersenang-senanglah
  • *      Jangan lari karena menyebabkan kepanikan
  • *      Tidak boleh memotret – karena membeli dan menjual hash masih illegal
Setelah memotret, saya melanjutkan perjalanan dan akhirnya sampai di Pusher Street.  Sebuah tanah lapang yang tidak besar, digelari dagangan macam kaki lima.  Ada beberapa kios permanen dipinggirannya yang dijual rokok mariyuana (mungkin) karena modelnya satuan, lintingannya lebih ramping dan tanpa merek, pipa rokok, t-shirt, gelang, topi, dll.  Sedangkan bagian tengah lapangan hanya menjual t-shirt, ikat rambut, topi, dasi dan kemeja.

Pemilik kios tempat saya membeli t-shirt mengatakan bahwa saya boleh memotret semua tempat kecuali yang ada tulisannya Green Light District karena ini tempat perdagangan "barang haram". 

Ketika sedang memotret sebuah dinding bangunan terdengar teriakan :
"NO PHOTO .... NO PHOTO ... NO PHOTOOO", teriak seseorang dengan mata melotot dan jarinya menuding sambil mendekati saya.  Dengan kalem saya katakan bahwa orang itu sambil menuding pemilik kios memperkenankan saya memotret tulisan tsb.  Mendengar ribut-ribut si pemilik kios keluar dan menjelaskan pada orang tersebut dalam bahasa Denmark, akhirnya dia berkata : "Oh ok ok, no problem" sambil menjabat tangan saya dan kami pun berbincang-bincang sebentar. 

Saya meninggalkan Christiania dengan berbagai pertanyaan macam berkecamuk dalam benak...  






No comments:

Post a Comment